A. Pengantar Masalah Gizi
Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat utama di Indonesia. Kekurangan gizi belum dapat diselesaikan,
prevalensi masalah gizi lebih dan obesitas mulai meningkat khususnya pada kelompok
sosial ekonomi menengah ke atas di perkotaan. Dengan kata lain, saat ini
Indonesia tengah menghadapi masalah gizi ganda. Hal ini sangat merisaukan
karena mengancam kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang sangat diperlukan di
masa mendatang (Depkes RI, 2007).
Sumber daya manusia yang sehat dan
berkualitas merupakan modal utama atau investasi dalam pembangunan kesehatan.
Ukuran kualitas SDM dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM),
sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat pada
tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakat. Upaya pengembangan kualitas SDM
dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara
merata apabila sistem pelayanan kesehatan yang berbasis masyarakat dapat
dilakukan secara efektif dan efisien dan dapat menjangkau semua sasaran yang
membutuhkan layanan (Depkes RI, 2006).
Kekurangan gizi pada umumnya terjadi
pada balita karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat.
Balita termasuk kelompok yang rentan gizi di suatu kelompok masyarakat di mana
masa itu merupakan masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola
makan orang dewasa (Adisasmito, 2007).
Masalah Gizi adalah Gangguan
kesehatan dan kesejahteraan seseorang, kelompok orang atau masyarakat sebagai akibat adanya ketidak
seimbangan antara asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan
pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Masalah gizi adalah gangguan kesehatan
seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak seimbangnya pemenuhan
kebutuhannya akan zat gizi yang diperoleh dari makanan.
Gizi kurang akut biasanya mudah
untuk dideteksi, berat badan anak akan kurang dan kurus - mereka akan memiliki
tinggi badan yang tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan dan meningkatkan
resiko terkena infeksi. Rendahnya konsumsi pangan atau tidak seimbangnya gizi
makanan yang dikonsumsi mengakibatkan terganggunya pertumbuhan organ dan
jaringan tubuh, lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit, serta
menurunnya aktivitas dan produktivitas kerja. Pada bayi dan anak balita,
kekurangan gizi dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan
fisik, mental dan spiritual. Bahkan pada bayi gangguan tersebut dapat
bersifat permanen dan sangat sulit untuk
diperbaiki. Kekurangan gizi pada bayi dan balita, dengan demikian, akan mengakibatkan rendahnya
kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pangan dengan jumlah dan mutu yang memadai harus
selalu tersedia dan dapat diakses oleh semua orang pada setiap saat.
Masalah gizi yang dalam bahasa
Inggris disebut malnutrition, dibagi dalam dua kelompok yaitu masalah
gizi-kurang (under nutrition) dan masalah gizi-lebih (over nutrition), baik
berupa masalah gizi-makro ataupun gizi-mikro. Gangguan kesehatan akibat masalah
gizi-makro dapat berbentuk status gizi buruk, gizi kurang, atau gizi lebih.
Sedang gangguan kesehatan akibat masalah gizi mikro hanya dikenal sebutan dalam
bentuk gizi kurang zat gizi mikro tertentu, seperti kurang zat besi, kurang zat
yodium, dan kurang vitamin A. Gangguan kesehatan akibat masalah gizi-makro
dapat berbentuk status gizi buruk, gizi kurang, atau gizi lebih. Sedang
gangguan kesehatan akibat masalah gizi mikro hanya dikena sebutan dalam bentuk
gizi kurang zat gizi mikro tertentu, seperti kurang zat besi, kurang zat
yodium, dan kurang vitamin A.
Masalah gizi yang utama yaitu:
1. Penyakit gizi
makro
a. Kelebihan
- Kegemukan (overweight)
- Obesitas
(Obesity)-penyakit degenerative
b. Kekuranga
- Kerang energi dan
protein (KEP)
2. Penyakit gizi
mikro
a. Anemia gizi besi (Iron Deficiency
Anemia)
b. Xerophthalmia (Vitamin A
Deficiency)
c. GAKY (Iodine Deficiency Desease)
B.
Penyebab
Utama Masalah Gizi
Terdapat dua faktor yang terkait
langsung dengan masalah gizi khususnya gizi buruk atau kurang, yaitu intake zat
gizi yang bersumber dari makanan dan infeksi penyakit. Kedua faktor yang saling
mempengaruhi tersebut terkait dengan berbagai fakto penyebab tidak langsung
yaitu ketahanan dan keamanan pangan, perilaku gizi, kesehatan badan dan
sanitasi lingkungan. Menyeimbangkan antara ketersediaan pangan dan sesuai
dengan daya beli masyarakat dengan meminimalkan ketergantungan akan impor
menjadi hal yang cukup sulit dilaksanakan. Secara umum, permasalahan gizi dan
pangan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a.
faktor demografi
seperti pertambahan jumlah
penduduk, lajupertumbuhan penduduk yang tinggi, besarnya proporsi penduduk usia
muda,penyebaran penduduk yang tidak merata, perubahan susunan penduduk
b.
faktorsosial
ekonomi
dimana terjadinya peningkatan
kesejahteraan masyarakat,meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi yang secara baik
langsung berpengaruhpada pendapatan keluarga.
c.
perkembangan
IPTEK
dimana terjadinya arus
moderenisasiyang membawa banyak perubahan pada pola hidup masyarakat termasuk
pada pola makan.
Perkembangan Konsumsi Pangan
Intake zat gizi yang berasal dari
makanan yang dikonsumsi seseorang merupakan salah satu penyebab langsung dari
timbulnya masalah gizi. Rata-rata konsumsi energi penduduk Indonesia tahun 2002
adalah sekitar 202 kkal/kap/hari yang berarti sekitar 90.4 persen dari
kecukupan yang dianjurkan. Sementara rata-rata konsumsi protein sekitar 54,4
telah melebih kecukupan protein yang dianjurkan baru mencapai 90,4 persendari
kecukupan gizi yang dianjurkan sebesar 2200 kkal/hari.
Dari berbagai penelitian dan
pemantauan pada konsumsi gizi masyarakat, ketidak seimbangan atau gangguan yang
muncul dapat mengakibatkan :
1.
Menurunnya
pertahanan tubuh terhadap penyakit(imunitas), yang berdampak pada
tingginya
angka penyakit infeksi dan kematian bayi dan balita
2.
Gangguan
pertumbuhan fisik, pada siklus kehidupan manusia sejak janin, bayi baru
lahir,balita
yang dapat berdampak sampai dewasa
3.
Gangguan
perkembangan otak: pada janin, bayi dan balita yang berdampak pada
kecerdasan
pada usia sekolah
4.
Rendahnya
produktifitas kerja
5.
Gangguan-gangguan
gizi dan kesehatan lainnya
C. Jenis Masalah Gizi
Jenis masalah gizi didasarkan pada
ketidak seimbangan asupan makanan terhadap kebutuhan tubuh, yaitu:
1. Ketidak
seimbangan karena kekurangan asupan dari kebutuhan tubuh.
Biasa disebut dengan gizi yang
kurang atau yang lazim disebut dengan gizi kurang atau biasa juga diistilahkan
dengan kelaparan, baik yang kentara maupun tidak kentara. Gizi kurang juga
dibedakan atas kekurangan komponen-komponen gizinya yaitu gizi kurang makro dan
gizi kurang mikro. Gizi kurang makro dikenal dengan kurang energi protein. Sedang
gizi kurang mikro yang banyak ditemukan atau menjadi masalah adalah Kurang Zat
Yodium, Kurang Zat Besi, Kurang Vitamin A, Kurang Zat Zeng, Kurang Asam Folat,
Kurang Vitamin B12 dan lain-lain. Dampak atau akibat Kurang Gizi MAKRO, bila
terjadi pada ibu hamil maka bayi yang akan dilahirkan mempunyai Berat Badan
Lahir Rendah (Kurang 2500 gram), Pada bayi dan anak Pertumbuhan Barat dan
Tinggi Badan Anak Terganggu (anak pendek dan atau kurus), bahkan Perkembangan
Otak Anak terganggu (Terbelakang /Bodoh /IQ Rendah), mudah Jatuh Sakit dan
beresiko mengakibatkan kematian, yang kesemuanya berimplikasi pada penurunan
mutu Sumber Daya Manusia (SDM), tanda bahwa generasi tua kurang mempersiapkan generasi mudah penerus cita-cita
bangsa.
2. Ketidak seimbangan karena
kelebihan asupan dari kebutuhan tubuh akan zat-zat (gizi) yang terdapat dalam
makanan.
Dikenal dengan istilah gizi lebih,
contohnya kegemukan dan penyakit Degeneratif. Gizi lebih ini lebih dikenal
dengan lebih Karbohirat atau banyak makan dan juga lebih lemak atau banyak
makan lemak/minyak masakan. Kesemuanya dikenal dengan istilah energi lebih.
Contoh penyakit gizinya, bila kelebihan Karbohidrat maka dalam darah akan
kelebihan glukosa, bila glukosa ini sempat diproses menjadi glikogen maka
seseorang akan terlihat Kegemukan, bila glukosa tidak sempat diproses menjadi
glikogen alias glukosa darah tetap tinggi maka seseorang akan menderita
penyakit gula, akan lebih parah lagi bila seseorang telah mengalami proses
degeneratif. Ini terjadi juga pada keadan gizi lebih karena lebih lemak atau
banyak makan lemak/minyak masakan, lemak yang dimakan akan tertimbun pada
pembulu darah dan ini akan menimbulkan penyakit jantung, penyakit darah tinggi
dan akibat-akibat lainnya.
D. Masalah-Masalah Gizi Utama
1. Kurang Energi Protein
(KEP)
Disebut juga dengan protein
energi malnutrition (PEM)/ protein calori
malnutrition (PCM), yang merupakan penyakit
gizi akibat defisiensi energi dalam jangka waktu yang cukup lama. Prevalensi tinggi
terjadi pada balita, ibu hamil (bumil) dan ibu menyusui/ meneteki (buteki). Pada derajat ringan
pertumbuhan kurang, tetapi ada
kelainan biokimiawi dan gejala klinis (marginal malnutrition), sedangkan derajat berat
adalah tipe kwashiorkor dan tipe marasmus atau tiep marasmik-kwashiorkor. Terdapat gangguan
pertumbuhan, muncul gejala klinis dan kelainan biokimiawi yang khas.
1. Penyebab
a.
Masukan makanan atau
kuantitas dan kualitas rendah
b. Gangguan
sistem pencernaan atau penyerapan makanan
c. Pengetahuan
yang kurang tentang gizi
d. Konsep
klasik diet cukup energi tetapi kurang pprotein menyebabkan kwashiorkor
e. Diet
kurang energi walaupun zat gizi esensial seimbang menyebabkan marasmus
f. Kwashiorkor
terjadi pada hygiene yang buruk , yang terjadi pada penduduk desa yang
mempunyai kebiasaan memberikan makanan tambahan tepung dan tidak cukup
mendapatkan ASI
g.
Terjadi karena
kemiskinan sehingga timul malnutrisi dan infeksi
2. Gejala
Klinis KEP Ringan
a.
Pertumbuhan mengurang
atau berhenti
b. BB
berkurang, terhenti bahkan turun
c. Ukuran
lingkar lengan menurun
d. Maturasi
tulang terlambat
e. Rasio
berat terhadap tinggi normal atau menurun
f. Tebal
lipat kulit normal atau menurun
g. Aktivitas
dan perhatian kurang
h.
Kelainan kulit dan
rambut jarang ditemukan
3. Pembagian
a. Marasmus
Marasmus
adalah kekurangan energi pada makanan yang menyebabkan cadangan protein tubuh
terpakai sehingga anak menjadi “kurus” dan “emosional”. Sering terjadi pada
bayi yang tidak cukup mendapatkan ASI serta tidak diberi makanan penggantinya,
atau terjadi pada bayi yang sering diare.
Penyebab:
·
Ketidakseimbangan
konsumsi zat gizi atau kalori didalam makanan
·
Kebiasaan makanan yang
tidak layak
·
Penyakit-penyakit
infeksi saluran pencernaan
Tanda
dan gejala:
·
Wajah seperti orang
tua, terlihat sangat kurus
·
Mata besar dan dalam,
sinar mata sayu
·
Mental cengeng
·
Feces lunak atau diare
·
Rambut hitam, tidak
mudah dicabut
·
Jaringan lemak sedikit
atau bahkan tidak ada, lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit menghilang
·
Kulit keriput, dingin,
kering dan mengendur
·
Torax atau sela iga
cekung
·
Atrofi otot, tulang
terlihat jelas
·
Tekanan darah lebih
rendah dari usia sebayanya
·
Frekuensi nafas
berkurang
·
Kadar Hb berkurang
·
Disertai tanda-tanda
kekurangan vitamin
b. Kwashiorkor
Kwashiokor
adalah penyakit yang disebabkan oleh kekurangan protein dan sering timbul pada
usia 1-3 tahun karena pada usia ini kebutuhan protein tinggi. Meski penyebab utama
kwashiorkor adalah kekurangan protein, tetapi karena bahan makanan yang
dikonsumsi kurang menggandung nutrient lain serta konsumsi daerah setempat yang
berlainan, akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
Penyebab:
·
Kekurangan protein
dalam makanan
·
Gangguan penyerapan
protein
·
Kehilangan protein
secara tidak normal
·
Infeksi kronis
·
Perdarahan hebat
Tanda
dan gejala
·
Wajah seperti bulan
“moon face”
·
Pertumbuhan terganggu
·
Sinar mata sayu
·
Lemas-lethargi
·
Perubahan mental
(sering menangis, pada stadium lanjut menjadi apatis)
·
Rambut merah, jarang,
mudah dicabut
·
Jaringan lemak masih
ada
·
Perubahan warna kulit
(terdapat titik merah kemudian menghitam, kulit tidak keriput)
·
Iga normal-tertutup
oedema
·
Atrofi otot
·
Anoreksia
·
Diare
·
Pembesaran hati
·
Anemia
·
Sering terjadi acites
·
Oedema
c. Kwashiorkor-Marasmik
Kelainan
ini memperlihatkan gejala campuran antara marasmus dan
kwashiorkor.
4. Penatalaksanaan
Secara
umum
a.
Ruangan cukup hangat
dan bersih
b. Posisi
tubuh diubah-ubah (karena mudah terjadi dekubitus)
c. Pencegahan
infeksi nosokomial
d.
Penimbangan BB tiap
hari
Secara
khusus
a.
Resusitasi dan terapi
komplikasi
b. Koreksi
dehidrasi dan asidosis (pemberian cairan oralit atau infus)
c. Mencegah
atau mengobati defisiensi vitamin A
d.
Terapi Ab bila ada
tanda infeksi atau sakit berat
Penanganan
Secara Khusus KEP Berat:
a.
Rujukan pelayanan gizi
di posyandu
b. Peningkatan
gerakan sadar pangan dan gizi
c.
ASI eksklusif
Dietetik
a.
Prinsip TKTP dan
suplemen vitamin mineral
b. Bentuk
makanan disesuaikan secara individual (cair, lunak, biasa, makanan dengan porsi
sedikit-sedikit tapi sering)
c.
Pemantauan masukan
makanan tiap hari (perubahan diet biasanya dilakukan setiap saat)
5. Persiapan
pulang
a.
Gejala klinik tidak ada
b. Nafsu
makan baik
c.
Pembekalan terhadap
orang tua tentang gizi, perilaku hidup dan lingkungan yang sehat
6. Komplikasi
a.
Infeksi saluran
pencernaan
b. Defisiensi
vitamin
c.
Depresi mental
7. Program
Pemerintah – Penanggulangan KEP
Diprioritaskan
pada daerah-daerah miskin dengan sasaran utama:
a.
Ibu hamil
b. Bayi
c. Balita
d.
Anak-anak sekolah dasar
8. Keterpaduan
Kegiatan
a.
Penyuluhan gizi
b. Peningkatan
pendapatan
c. Peningkatan
pelayanan kesehatan
d. Keluarga
berencana
e.
Peningkatan peran serta
masyarakat
9. Kegiatan
Peningkatan
upaya pemantauan tumbuh kembang anak melalui keluarga, dasawisma dan posyandu.
2. Obesitas
Obesitas (Obecity) adalah
penyakit gizi yang disebabkan kelebihan kalori dan ditandai dengan akumulasi
jaringan lemak secara berlebihan diseluruh tubuh. Merupakan keadaan
patologis dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang
diperlukan untuk fungsi tubuh. Gizi
lebih (over weight) dimana berat badan melebihi berat badan rata-rata, namun
tidak selalu identik dengan obesitas.
BB > tidak selalu
obesitas
1. Penyebab
a.
Perilaku makan yang
berhubungan dengan faktor keluarga dan lingkungan
b. Aktifitas
fisik yang rendah
c. Gangguan
psikologis (bisa sebagai sebab atau akibat)
d. Laju
pertumbuhan yang sangat cepat
e. Genetik
atau faktor keturunan
f.
Gangguan hormon
2. Gejala
a.
Terlihat sangat gemuk
b. Lebih
tinggi dari anak normal seumur
c. Dagu
ganda
d. Buah
dada seolah-olah berkembang
e. Perut
menggantung
f.
Penis terlihat kecil
3. Terdapat
2 Golongan Obesitas
·
Regulatory obesity,
yaitu gangguan primer pada pusat pengatur masukan makanan
·
Obesitas metabolik,
yaitu kelainan metabolisme lemak dan karbohidrat
4. Resiko/ Dampak Obesitas
a.
Gangguan respon
imunitas seluler
b. Penurunan
aktivitas bakterisida
c.
Kadar besi dan seng
rendah
5. Penatalaksanaan
Menurunkan
BB sangat drastis dapat menghentikan pertumbuhannya. Pada obesitas sedang,
adakalanya penderita tidak memakan terlalu banyak, namun aktifitasnya kurang,
sehingga latihan fisik yang intensif menjadi pilihan utama. Pada obesitas berat
selain latihan fisik juga memerlukan terapi diet. Jumlah energi dikurangi, dan
tubuh mengambil kekurangan dari jaringan lemak tanpa mengurangi pertumbuhan,
dimana diet harus tetap mengandung zat gizi esensial. Kurangi asupan energi,
akan tetapi vitamin dan nutrisi lain harus cukup, yaitu dengan mengubah
perilaku makan, mengatasi
gangguan psikologis, meningkatkan
aktivitas fisik, membatasi
pemakaian obat-obatan yang untuk mengurangi nafsu makan. Bila terdapat komplikasi,
yaitu sesak nafas atau sampai tidak dapat berjalan, rujuk ke rumah sakit, konsultasi (psikologi
anak atau bagian endokrin).
3. Anemia
Anemia
defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau beberapa
bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit. Keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb),
hematokrit (Ht) dan eritrosit lebih rendah dari nilai normal, akibat defisiensi
salah satu atau beberapa unsur makanan yang esensial yang dapat mempengaruhi
timbulnya defisiensi tersebut.
Macam-macam
anemia:
a.
Anemia defisiensi besi
adalah anemia karena kekurangan zat besi atau sintesa hemoglobin.
b.
Anemia megaloblastik
adalah terjadinya penurunan produksi sel darah merah yang matang, bisa
diakibatkan defisiensi vitamin B12
c. Anemia
aplastik adalah anemia yang berat, leukopenia dan trombositopenia, hipoplastik
atau aplastik
Anemia
Defisiensi Besi
Prevalensi
tertinggi terjadi didaerah miskin, gizi buruk dan penderita infeksi. Hasil studi menunjukan
bahwa anemia pada masa bayi mungkin menjadi salah satu penyebab terjadinya
disfungsi otak permanen. Defisiensi
zat besi menurunkan jumlah oksigen untuk jaringan, otot kerangka, menurunnya
kemampuan berfikir serta perubahan tingkah laku.
Ciri-cirinya:
a.
Akan memperlihatkan
respon yang baik dengan pemberian preparat besi
b.
Kadar Hb meningkat 29%
setiap 3 minggu
Tanda dan gejala:
a.
Pucat (konjungtiva,
telapak tangan, palpebra)
b. Lemah
c. Lesu
d. Hb
rendah
e. Sering
berdebar
f. Papil
lidah atrofi
g. Takikardi
h. Sakit
kepala
i.
Jantung membesar
Dampak:
a.
Produktivitas rendah
b.
SDM untuk generasi
berikutnya rendah
Penyebab:
- Sebab
langsung
a. Kurang
asupan makanan yang mengandung zat besi
b. Mengkonsumsi
makanan penghambat penyerapan zat besi
c. Infeksi
penyakit
- Sebab
tidak langsung
Distribusi
makanan yang tidak merata ke seluruh daerah.
- Sebab
mendasar
a. Pendidikan
wanita rendah
b. Ekonomi
rendah
c. Lokasi
geografis (daerah endemis malaria)
Kelompok sasaran prioritas:
a.
Ibu hamil dan menyusui
b. Balita
c. Anak
usia sekolah
d. Tenaga
kerja wanita
e.
Wanita usia subur
Penanganan:
Pemberian
Komunikasi,informasi dan edukasi (KIE) serta suplemen tambahan pada ibu hamil
maupun menyusui. Pembekalan
KIE kepada kader dan orang tua serta pemberian suplemen dalam bentuk
multivitamin kepada balita. Pembekalan
KIE kepada guru dan kepala sekolah agar lebih memperhatikan keadaan anak usia
sekolah serta pemeberian suplemen tambahan kepada anak sekolah. Pembekalan KIE pada
perusahaan dan tenaga kerja serta pemberian suplemen kepada tenaga kerja wanita. Pemberian KIE dan
suplemen dalam bentuk pil KB kepada wanita usia subur (WUS).
4. Defisiensi Vitamin A
Prevalensi
tertinggi terjadi pada balita.
1. Penyebab:
a.
Intake makanan yang
mengandung vitamin A kurang atau rendah
b. Rendahnya
konsumsi vitamin A dan pro vitamin A pada bumil sampai melahirkan akan
memberikan kadar vitamin A yang rendah pada ASI
c. MP-ASI
yang kurang mencukupi kebutuhan vitamin A
d. Gangguan
absorbsi vitamin A atau pro vitamin A (penyakit pankreas, diare kronik, KEP
dll)
e. Gangguan
konversi pro vitamin A menjadi vitamin A pada gangguan fungsi kelenjar tiroid
f.
Kerusakan hati
(kwashiorkor, hepatitis kronik)
2. Gejala
a. Keadaan reversible (dapat sembuh): buta senja, serosis
konjungtiva, serosis kornea, bercak bitot.
b. Keadaan irreversible (sulit sembuh): ulserasi kornea,
keratomalasia.
3. Tanda
dan gejala defisiensi Vitamin A:
a.
Rabun senja-kelainan
mata, xerosis konjungtiva, bercak bitot, xerosis kornea
b.
Kadar vitamin A dalam
plasma <20ug/dl
4. Tanda
hipervitaminosis:
- Akut
·
Mual, muntah
·
Fontanela meningkat
- Kronis
·
Anoreksia
·
Kurus
·
Cengeng
·
Pembengkakan tulang
5. Klasifikasi
KVA
a. XN : buta
senja (night blindess only)
b. X1A :
konjungtiva mongering (conjunctiva serosis)
c. X1B : bercak
bitot dan konjungtiva mongering (bitot spot+conjunctiva serosis)
d. X2 : kornea
mongering/ serosis
e. X3A : ulserasi
kornea dan kornea mongering
f. X3B :
keratomalasia
g. XS : parut
kornea (cornea scars)
h. XF :
xeraphthalmia fundus
X1A s.d X2 bersifat reversible
X3A s.d XF bersifat irreversible
Deteksi KVA dilakukan dengan
inspeksi/ pemeriksaan terhadap mata.
6. Upaya
pemerintah
Penyuluhan
agar meningkatkan konsumsi vitamin A dan pro vitamin A, fortifikasi (susu, MSG,
tepung terigu, mie instan), distribusi
kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita 1-5 tahun (200.000 IU pada bulan
februari dan agustus), ibu nifas (200.000 IU), anak usia 6-12 bulan (100.000
IU).
Kejadian
tertentu, ditemukan buta senja, bercak bitot. Dosis saat ditemukan (200.000
IU), hari berikutnya (200.000 IU) dan 4 minggu berikutnya (200.000 IU). Bila ditemukan
xeroptalmia. Dosis saat ditemukan :jika usia >12 bulan 200.000 IU, usia 6-12
bulan 100.000 IU, usia < 6 bulan
50.000 IU, dosis pada hari berikutnya diberikan sesuai usia demikian pula pada
1-4 minggu kemudian dosis yang diberikan juga sesuai usia. Pasien campak, balita
(200.000 IU), bayi (100.000 IU)
Catatan:
Vitamin
A merupakan nutrient esensial, yang hanya dapat dipenuhi dari luar tubuh,
dimana jika asupannya berlebihan bisa menyebabkan keracunan karena tidak larut
dalam air. Gangguan
asupan vitamin A bisa menyebabkan morbili, diare yang bisa berujung pada
morbiditas dan mortalitas, dan pneumonia.
5. Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY)
GAKY dalah
sekumpulan gejala yang dapat ditimbulkan karena tubuh menderita kekurangan
yodium secara terus menerus dalam waktu yang lama. Terjadi pada kawasan
pegunungan dan perbukitan yang tanahnya tidak cukup mengandung yodium. Defisiensi yang
berlangsung lama akan mengganggu fungsi kelenjar tiroid yang secara perlahan
menyebabkan pembesaran kelenjar gondok.
1. Dampak
a.
Pembesaran kelenjar
gondok
b. Hipotiroid
c. Kretinisme
d. Kegagalan
reproduksi
e. Kematian
f.
Defisiensi pada janin
Dampak
dari kekurangan yodium pada ibu hamil:
a.
Meningkatkan insiden
lahir mati, aborsi, cacat lahir
b. Terjadi
kretinisme endemis
c. Jenis
syaraf (kemunduran mental, bisu-tuli, diplegia spatik)
d.
Miksedema (memperlihatkan
gejala hipotiroid dan dwarfisme)
2. Defisiensi
Defisiensi
pada BBL
a.
Penting untuk
perkembangan otak yang normal
b.
Terjadi penurunan
kognitif dan kinerja motorik pada anak usia 10-12 tahun pada mereka yang
dilahirkan dari wanita yang mengalami defisiensi yodium
Defisiensi
pada anak
a.
Puncak kejadian pada
masa remaja
b. Prevalensi
wanita lebih tinggi dari laki-laki
c.
Terjadi gangguan
kinerja belajar dan nilai kecerdasan
Klasifikasi
tingkat pembesaran kelenjar menurut WHO (1990)
Tingkat 0 : tidak ada pembesaran
kelenjar
Tingkat IA : kelenjar gondok
membesar 2-4x ukuran normal, hanya dapat diketahui dengan palpasi, pembesaran
tidak terlihat pada posisi tengadah maksimal
Tingkat IB :
hanya terlihat pada posisi tengadah maksimal
Tingkat II :
terlihat pada posisi kepala normal dan dapat dilihat dari jarak ± 5 meter
Tingkat III :
terlihat nyata dari jarak jauh
Dosis
dan kelompok sasaran pemberian kapsul yodium
Bayi < 1tahun :
100 mg
Balita 1-5 tahun :
200 mg
Wanita 6-35 tahun :
400 mg
Ibu hamil (bumil) :
200 mg
Ibu meneteki (buteki) :
200 mg
Pria 6-20 tahun :
400 mg
GAKY
tidak berhubungan denga tingkat sosek melainkan dengan geografis.
Spektrum gangguan akibat kekurangan
yodium:
a. Fetus
: abortus, lahir mati, kematian perinatal, kematian bayi, kretinisme nervosa
(bisu tuli, defisiensi mental, mata juling), cacat bawaan, kretinisme
miksedema, kerusakan psikomotor
b. Neonatus
: gangguan psikomotor, hipotiroid neonatal, gondok neonatus
c. Anak
dan remaja : gondok, hipotiroid juvenile, gangguan fungsi mental (IQ rendah),
gangguan perkembangan
d. Dewasa
: gondok, hipotiroid, gangguan fungsi mental, hipertiroid diimbas oleh yodium
Sumber
makanan beryodium yaitu makanan dari laut seperti ikan, rumput laut dan sea
food. Sedangkan penghambat penyerapan yodium (goitrogenik) seperti kol, sawi,
ubi kayu, ubi jalar, rebung, buncis, makanan yang panas, pedas dan
rempah-rempah.
3. Pencegahan/ Penanggulangan
a.
Fortifikasi :
garam
b. Suplementasi
:
tablet, injeksi lipiodol, kapsul minyak beryodium
E. Upaya Intervensi Perbaikan Masalah Gizi
Masalah gizi masih menjadi tema
masalah kesehatan utama di Indonesia. Menurut Survei Kesehatan Nasional
(Susenas, 2005) prevalensi balita dengan gizi kurang sejumlah 28%. Angka bayi
baru lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) akibat ibu menderita kurang
energi protein dan menderita anemia saat hamil (bumil KEK) juga masih tinggi.
Karena itulah, program perbaikan
gizi merupakan bagian integral dari pembangunan kesehatan, yang mempunyai
peranan penting dalam mewujudkan pola hidup sehat bagi masyarakat. Hal ini
dilakukan melalui rangkaian upaya berkesinambungan.
Dimulai dari perumusan masalah,
tujuan yang jelas, penentuan startegi intervensi yang tepat sasaran,
identifikasi kegiatan yang tepat serta adanya kejelasan tugas pokok dan fungsi
institusi yang berperan di berbagai tingkat administrasi.
Secara umum upaya perbaikan gizi
yang telah dilaksanakan di puskesmas, meliputi:
1.
Penyuluhan
Masalah Gizi di Posyandu
2.
Penimbangan
Bayi, Balita di Posyandu
3.
Pemberian Suplemen
Gizi, berupa kapsul vitamin A, kapsul minyak beryodium, tablet besi.
4.
Pemanfaatan
Fortifikasi Garam Beryodium
5.
Pemberian
Makanan Tambahan, termasuk Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
6.
Pemantauan dan
Penanganan Gizi Buruk
Untuk mencapai tujuan itu, perbaikan
gizi harus dilaksanakan secara sistematis dan kontinyu.
DAFTAR PUSTAKA
Syarief, Hidayat. 2004.
Masalah Gizi di Indonesia: Kondisi Gizi Masyarakat Memprihatinkan. Jakarta
http://antiunfair.blogspot.com/2011/01/gizi-buruk.html
http://arali2008.wordpres.
http://lenteraimpian.wordpress.com/masalah-masalahgizidiIndonesia
http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/02/24/masalah-masalah-gizi-di-indonesia-2/
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3774/1/fkm-linda.pdf
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1088142057,65767,
http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.5_GESMAN_01_08.pdf
http://www.nutritionnutrition.com/Index.htm.
http://www.pewarta-indonesia.com/Warta-Berita/Ekonomi/meningkatkan-ketersedian-pangan-a-
http://www.puskel.com/6-upaya-intervensi-perbaikan-masalah-gizi/
http://www.puskel.com/?s=6+Upaya+Intervensi+Perbaikan+Masalah+Gizigizi-keluarga-dengan-pemanfaatan-lahan-pekarangan.html.
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=gambar%20gizi%20buruk&source=web&cd=11&ved=0CFIQFjAK&url=http%3A%2F%2Fwww.muenster.de
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=gambar%20gizi%20buruk&source=web&cd=10&ved=0CEsQFjAJ&url=http%3A%2F%2Fwww.lrc-kmpk.ugm.ac.id